2 Desember 2010

Infotaiment, Ghibah Haram Ditonton

Kita tahu televisi adalah salah satu media hiburan dan informasi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Kemampuan audiovisual-nya telah membuat televisi unggul dibanding media informasi lain. Namun, kita perlu khawatir berkenaan dengan dampak negatif televisi.

Melalui acara-acara yang miskin akan unsur edukatif, nilai-nilai buruk yang jauh dari standar moralitas dapat tertanam pada diri para pemirsa. Para industrialis media televisi rupanya menyakini bahwa sebagian besar penonton televisi di Indonesia adalah insan yang haus akan berita sekaligus hiburan. Maka dari itu, lahirlah genre jurnalisme televisi yang bertitel jurnalisme infotaiment. Gaya pemberitaan ini merupakan paduan antara informasi dan hiburan yang terbukti ampuh untuk merebut hati para pemirsanya.
Infotaiment merupakan padua dari dua kata, yaitu informasi dan inter-taiment. Asumsi di balik kata ini adalah apa yang ditawarkan ke publik tidak sekedar informasi, tapi sedapat mungkin bisa menghibur. Bahkan aspek hiburan sering dikedepankan daripada tujuan dari informasi itu sendiri. Apa yang dikedepankan dari infotaiment adalah sisi sensasional sebuah tayangan bukan kedalaman informasi, edukasi, dan kepentingan publik.

Namun kini tidak boleh ada lagi suara renyah menyapa dengan kasak kusuk yang khas di televisi tentang rumah tangga maupun kehidupan artis. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa haram untuk infotaiment, baik bagi yang menayangkan, yang menonton, maupun mengambil keuntungan dari aib, gosip dan hal-hal lain terkait pribadi. Fatwa tersebut merupakan hasil dari Musyawarah Nasional (Munas) MUI di Jakarta beberapa bulan yang lalu.

Fatwa tersebut menurut Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin, ketentuan umum fatwa mengenai infotaiment, menceritakan aib, kejelekan gosip, dan hal lain terkait pribadi kepada orang lain dan khalayak, hukumnya haram.

Dalam rumusan fatwa itu juga disebutkan bahwa upaya membuat berita yang mengorek dan membeberkan aib, kejelekan, gosip, juga haram. Termasuk yang mengambil keuntungan dari berita berisi aib dan gosip.

Sementara menayangkan, menyiarkan, menonton, membaca, dan atau mendengarkan berita yang berisi tentang aib diperbolehkan, jika ada pertimbangan yang dibenarkan syar’i. Seperti untuk kepentingan menegakkan hukum, memberantas kemungkaran, menyampaikan pengaduan, meminta pertolongan, atau meminta fatwa hukum. “Fatwa infotaiment dibuat didasarkan permintaan saat ini yang dirasa sudah berlebihan,” ungkap KH Ma’ruf.

Infotaiment dewasa ini menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Istilah tersebut merupakan kependekan dari istilah Inggris, yaitu Information Entertaiment. Infotaiment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik.

Sementara itu, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasruddin Umar MA, mengaku sangat prihatin dengan kondisi ini. Diakuinya, melalui berita kawin dan cerai dalam infotaiment telah terjadi peningkatan angka perceraian. Meningkatnya angka perceraian di tanah air dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatiannya. Kata dia, fenomena tersebut cendrung terus meningkat dan yang melakukan gugatan justru lebih banyak pihak isteri.

“Jika MUI jauh sebelumnya menyebut tayangan tersebut tak bermanfaat, maka pihaknya justru lebih dahulu menilai bahwa infotaiment tergolong haram,” ujarnya.
Menurutnya, tayangan infotaiment hanya sebagai hiburan semata bagi pemirsa televisi, sehingga kurang bermanfaat bagi masyarakat. Ia juga menilai bahwa para pekerja infotaiment bukan para wartawan, karena hasil kerjanya bukan produk jurnalistik. “Hasil kerja infotaiment hanya merupakan produk infotaiment,” jejernya.

Maka dari itu, pihaknya menganggap infotaiment tersebut merupakan Ghibah haram ditonton. Maksud Ghibah di sini yakni, suatu perkara yang kelihatannya ringan dilakukan, dan banyak manusia baik sadar atau tidak sadar, terjerumus di dalamnya. Namun sesungguhnya, perkara ini adalah perkara haram yang mengandung dosa besar.

Sejumlah para tokoh agama Islam mendefinisikan tentang Ghibah. Ghibah menurut Imam Al-Jurjani, adalah menyebut kejelekan orang tanpa sepengetahuannya. Sedangkan At-Kafawi mengatakan Ghibah adalah berbicara mengenai seseorang tanpa sepengetahuannya.

Hukum Ghibah, para ulama sepakat memasukkannya dalam perbuatan dosa besar dan akan berakibat buruk terhadap pelakunya, jika dia tidak bertaubat. Pemilik Jawami’ul-kalim Rasulullah SAW menjadikan Ghibah sederajat dengan mengambil harta dan membunuh jiwa. Sebagaimana sabdanya : “Setiap muslim dengan muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya” (HR. Muslim).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger